Pemasaran Sosial dalam Promosi Kesehatan

Pemasaran sosial dalam promosi kesehatan - Sebagai mana disebutkan da lam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, strategi dasar utama Promosi Kesehatan adalah:
(1) Pemberdayaan, yang didukung oleh
(2) Bina Suasana
(3) Advokasi serta dijiwai semangat
(4) Kemitraan

1. Pemberdayaan
Pember dayaan merupakan ujung tombak dari upaya promosi kesehatan di rumah sakit. Hakikatnya adalah upaya membantu atau memfasilitasi pasien/klien, sehingga mempunyai pengetahuan, kemauan, dan kemampuan untuk mencegah dan atau mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya. Sehingga pemberdayaan hanya bisa dilakukan terhadap pasien/klien. Dalam pelaksanaannya, upaya ini umumnya berbentuk pelayanan konseling terhadap:

a. Bagi klien rawat jalan da pat dilakukan konseling, baik untuk me reka yang men derita suatu penyakit (misalnya konseling penyakit dalam) mau pun untuk mereka yang sehat (misalnya konseling gizi, konseling KB). Bagi klien yang sehat bisa pula dibuka kelompok-kelompok diskusi, kelompok-kelompok senam, kelompok-kelompok paduan suara, dan lain-lain.
b. Bagi pasien rawat inap bisa dilakukan beberapa kegiatan, contoh promosi kesehatan:
• konseling di tempat tidur (disebut juga bedside health promotion)
• konseling kelompok (untuk penderita yang bisa meninggalkan tempat tidur)
• biblioterapi (menyediakan atau membacakan bahan-bahan bacaan bagi pasien).
Dengan pemberdayaan diharapkan pasien berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mau, dan dari mau menjadi mampu untuk melaksanakan perilaku-perilaku yang dikehendaki guna mengatasi masalah kesehatannya.

Tantangan pertama Pemasaran Sosial dalam Promosi Kesehatan dalam pemberdayaan adalah pada saat awal, yaitu pada saat meyakinkan seseorang bahwa suatu masalah kesehatan (yang sudah dihadapi atau yang potensial) adalah masalah bagi yang bersangkutan. Sebelum orang tersebut yakin bahwa masalah kesehatan itu memang benar-benar masalah bagi dirinya, maka ia tidak akan peduli dengan upaya apa pun untuk menolongnya.

Tantangan berikutnya datang pada saat proses sudah sampai kepada mengubah pasien dari mau menjadi mampu. Ada orang-orang yang walaupun sudah mau tetapi tidak mampu melakukan karena terkendala oleh sumber daya (umumnya orang-orang miskin). Tetapi ada juga orang-orang yang sudah mau tetapi tidak mampu melaksanakan karena malas. Orang yang terkendala oleh sumber daya tentu harus difasilitasi dengan diberi bantuan sumber daya yang dibutuhkan. Sedangkan orang yang malas bisa dicoba rangsang dengan “hadiah” (reward) atau harus “dipaksa” menggunakan peraturan dan sanksi (punishment).

Beberapa prinsip Pemasaran Sosial dalam Promosi Kesehatan konseling yang perlu diperhatikan dan dipraktikkan oleh petugas rumah sakit selama pelaksanaan konseling adalah contoh promosi kesehatan:
a. Memberikan kabar gembira dan kegairahan hidup.
Pada saat memulai konseling, sebaiknya petugas rumah sakit sebagai konselor tidak langsung mengungkap masalah, kelemahan, atau kekeliruan pasien. Konseling harus diawali dengan situasi yang menggembirakan, karena situasi yang demikianlah yang akan membuat pasien menjadi tertarik untuk terlibat dalam perbincangan. Pada saat perbicangan telah menjadi hangat, maka pancinglah pasien untuk mengungkapkan sendiri masalah, kelemahan atau kekeliruannya.
b.Menghargai pasien tanpa syarat.
Menghargai pasien adalah syarat utama untuk terjadinya hubungan konseling yang gembira dan terbuka. Cara menghargai ini dilakukan dengan contoh promosi kesehatan memberikan ucapan-ucapan dan bahasa tubuh yang menghargai, tidak mencemooh atau meremehkan.
c. Melihat pasien sebagai subyek dan sesama hamba Tuhan.
Pasien adalah juga manusia, sesama hamba Tuhan sebagaimana sang konselor. Oleh karena itu, konselor tidak boleh memandang dan memperlakukan pasien secara semena-mena. Konselor harus mengendalikan kecenderungan keinginannya untuk menasihati. Upayakan agar pasien berbicara sebanyak-banyaknya tentang dirinya. Sementara itu, dengan sedikit pancingan-pancingan, pembicaraan diarahkan kepada pemecahan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, maka seolah-olah “resep” pemecahan masalah itu datang dari diri pasien itu sendiri. Yang demikian itu akan menjadikan komitmen kuat dari pasien untuk melaksanakan pemecahan masalah tersebut.
d. Mengembangkan dialog yang menyentuh perasaan.
Dalam hubungan konseling yang baik, konselor selalu berusaha untuk mengemukakan kata-kata dan butir-butir dialog yang menyentuh perasaan pasien, sehingga memunculkan rasa syukur telah dipertemukan Tuhan dengan seorang penolong. Banyak konselor menggunakan pendekatan agama untuk membuat pasien tersentuh hatinya.
e. Memberikan keteladanan.
Keteladanan sikap dan perilaku konselor bisa menyentuh perasaan pasien, sehingga pada gilirannya ia ingin mencontoh pribadi konselornya. Keteladanan memang merupakan sugesti yang cukup kuat bagi pasien untuk berubah ke arah positif. Motivasi untuk berubah itu disebabkan oleh kepribadian, wawasan, keterampilan, kesalehan, dan kebajikan konselor terhadap pasien. Seolah-olah kepribadian teladan ini merupakan pesan keilahian yang memancar dari dalam diri sang konselor.

2. Bina Suasana
Pemasaran Sosial dalam Promosi Kesehatan Pemberdayaan akan lebih cepat berhasil bila didukung dengan kegiatan menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif. Tentu saja lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang diperhitungkan memiliki pengaruh terhadap pasien yang sedang diberdayakan. Kegiatan menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif ini disebut bina suasana.

a.Bagi pasien rawat jalan (orang yang sakit)
Lingkungan yang berpengaruh adalah keluarga atau orang yang mengantarkannya ke rumah sakit. Sedangkan bagi klien rawat jalan (orang yang sehat), lingkungan yang berpengaruh terutama adalah para petugas rumah sakit yang melayaninya. Mereka ini diharapkan untuk membantu memberikan penyuluhan kepada pasien dan juga menjadi teladan dalam sikap dan tingkah laku. Contoh promosi kesehatan teladan tidak merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya.
b. Pengantar pasien (orang sakit)
Pengantar pasien tentu tidak mungkin dipisahkan dari pasien untuk misalnya dikumpulkan dalam satu ruangan dan diceramahi. Oleh karena itu, metode yang tepat di sini adalah penggunaan media, seperti misalnya pembagian selebaran (leaflet), pembaangan poster, atau penayangan video berkaitan dengan penyakit dari pasien.
c. Klien yang sehat
Yang berkunjung ke klinik-klinik konseling atau ke kelompok senam, petugas-petugas rumah sakit yang melayani mereka sangat kuat pengaruhnya sebagai panutan. Maka, di tempat-tempat ini pengetahuan, sikap, dan perilaku petugas rumah sakit yang melayani harus benar-benar konsisten dengan pelayanan yang diberikannya. Misalnya: tidak merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya.
d. Bagi pasien rawat inap
Lingkungan yang berpengaruh terutama adalah para penjenguk pasien (pembesuk). Pemasaran Sosial dalam Promosi Kesehatan dengan Pembagian selebaran dan pemasangan poster yang sesuai dengan penyakit pasien yang akan mereka jenguk bisa dilakukan. Selain itu, beberapa rumah sakit melaksanakan penyuluhan kelompok kepada para pembesuk ini, yaitu dengan mengumpulkan mereka yang menjenguk pasien yang sama penyakitnya dalam satu ruangan untuk menbisa penjelasan dan berdiskusi dengan dokter ahli dan perawat yang menangani penderita. Pemasaran sosial dalam promosi kesehatan misalnya, tiga puluh menit sebelum jam besuk para penjenguk pasien penyakit dalam diminta untuk berkumpul dalam satu ruangan. Kemudian datang dokter ahli penyakit dalam atau perawat mahir yang mengajak para penjenguk ini berdiskusi tentang penyakit-penyakit yang diderita oleh pasien yang akan dijenguknya, Pada akhir diskusi, dokter ahli penyakit dalam atau perawat mahir tadi berpesan agar hal-hal yang telah di diskusikan disampaikan juga kepada pasien yang akan dijenguk.

Ruang di luar gedung rumah sakit juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan bina suasana kepada para pengantar pasien, para penjenguk pasien, teman/pengantar klien, dan pengunjung rumah sakit lainnya.

3. Advokasi
Advokasi perlu dilakukan, bila dalam upaya memberdayakan pasien dan klien, rumah sakit membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain dalam pemasaran sosial dalam promosi kesehatan. Contoh promosi kesehatan dalam rangka mengupayakan lingkungan rumah sakit yang tanpa asap rokok, rumah sakit perlu melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pimpinan daerah untuk diterbitkannya peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mencakup di rumah sakit. Advokasi merupakan proses yang tidak sederhana. Sasaran advokasi hendaknya diarahkan/dipandu untuk menempuh tahapan-tahapan sebagai berikut:
(1) memahami/menyadari persoalan yang diajukan
(2) tertarik untuk ikut berperan dalam persoalan yang diajukan
(3) mempertimbangkan sejumlah pilihan kemungkinan dalam berperan
(4) menyepakati satu pilihan kemungkinan dalam berperan
(5) menyampaikan langkah tindak lanjut

Jika kelima tahapan tersebut bisa dicapai selama waktu yang disediakan untuk advokasi, maka bisa dikatakan advokasi tersebut berhasil. Langkah tindak lanjut yang tercetus di ujung perbincangan (misalnya dengan membuat disposisi pada usulan/proposal yang diajukan) menunjukkan adanya komitmen untuk memberikan dukungan.

Kata-kata kunci dalam penyiapan bahan advokasi adalah “Tepat, Lengkap, Akurat, dan Menarik”. Artinya bahan advokasi harus dibuat:
a. Sesuai dengan sasaran (latar belakang pendidikannya, jabatannya, budayanya, kesukaannya, dan lain-lain).
b. Sesuai dengan lama waktu yang disediakan untuk advokasi.
c. Mencakup unsur-unsur pokok, yaitu Apa, Mengapa, Dimana, Bilamana, Siapa Melakukan, dan Bagaimana lakukannya (5W + 1H).
d. Memuat masalah dan pilihan-pilihan kemungkinan untuk memecahkan masalah.
e. Memuat peran yang diharapkan dari sasaran advokasi.
f. Memuat data pendukung, bila mungkin juga bagan, gambar, dan lain-lain.
g. Dalam kemasan yang menarik (tidak menjemukan), ringkas, tetapi jelas, sehingga perbincangan tidak bertele-tele.

4. Kemitraan
Baik dalam pemberdayaan, maupun dalam bina suasana dan advokasi, prinsip-prinsip kemitraan harus ditegakkan. Pemasaran sosial dalam promosi kesehatan kemitraan dikembangkan antara petugas rumah sakit dengan sasarannya (para pasien/kliennya atau pihak lain) dalam pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Di samping itu, kemitraan juga dikembangkan karena kesadaran bahwa untuk meningkatkan efektivitas Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS), petugas rumah sakit harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, seperti misalnya kelompok profesi, pemuka agama, Lembaga Swadaya Masyarakat, media massa, dan lain-lain.

Tiga prinsip dasar kemitraan yang harus diperhatikan adalah: 
1. Kesetaraan
Kesetaraan menghendaki tidak diciptakannya hubungan yang bersifat hirarkhis (atas-bawah). Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sederajat. Keadaan ini bisa dicapai bila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan, yaitu yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama.
2. Keterbukaan
Dalam setiap langkah menjalin kerjasama, diperlukan adanya kejujuran dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan itikad yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu.
3. Saling menguntungkan
Solusi yang diajukan hendaknya selalu mengandung keuntungan di semua pihak (win-win solution). Misalnya dalam hubungan antara petugas rumah sakit dengan pasien, maka setiap solusi yang ditawarkan hendaknya juga berisi penjelasan tentang keuntungannya bagi si pasien. Demikian juga dalam hubungan antara rumah sakit dengan pihak donatur.

Terbisa tujuh landasan (dikenal dengan sebutan: tujuh saling) yang harus diperhatikan dan dipraktikkan dalam mengembangkan kemitraan, yaitu:
(1) Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing-masing
(2) Saling mengakui kapasitas dan kemampuan masing-masing
(3) Saling berupaya untuk membangun hubungan
(4) Saling berupaya untuk mendekati
(5) Saling terbuka terhadap kritik/saran, serta mau membantu dan dibantu
(6) Saling mendukung upaya masing-masing
(7) Saling menghargai upaya masing-masing

Dalam pelaksanaannya, strategi dasar tersebut diatas harus diperkuat dengan (1) metode dan media yang tepat, serta tersedianya (2) sumber daya yang memadai.
1. Metode dan Media
Metode yang dimaksud di sini adalah metode komunikasi. Memang, baik pemberdayaan, bina suasana, maupun advokasi pada prinsipnya adalah proses komunikasi. Oleh sebab itu perlu ditentukan metode yang tepat dalam proses tersebut. Pemilihan metode harus dilakukan secara cermat dengan memperhatikan kemasan informasinya, keadaan penerima informasi (termasuk sosial budayanya), dan hal-hal lain seperti ruang dan waktu.
Media atau sarana informasi juga perlu dipilih dengan cermat mengikuti metode yang telah ditetapkan. Selain itu juga harus memperhatikan sasaran atau penerima informasi. Bila penerima informasi tidak bisa membaca misalnya, maka komunikasi tidak akan efektif jika digunakan media yang penuh tulisan. Atau bila penerima informasi hanya memiliki waktu yang sangat singkat, maka tidak akan efektif jika dipasang poster yang berisi kalimat terlalu panjang.
2. Sumber Daya
Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan PKRS adalah tenaga (Sumber Daya Manusia atau SDM), sarana/ peralatan termasuk media komunikasi, dan dana atau anggaran.
SDM utama untuk PKRS meliputi:
(1) Semua petugas rumah sakit yang melayani pasien (dokter, perawat, bidan, dan lain-lain)
(2) Tenaga khusus promosi kesehatan (yaitu para pejabat fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat).
Semua petugas rumah sakit yang melayani pasien hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam konseling. Jika keterampilan ini ternyata belum dimiliki oleh para petugas rumah sakit, maka harus diselenggarakan program pelatihan/kursus.
Beberapa sarana/peralatan yang dipakai dalam kegiatan promosi kesehatan rumah sakit diantaranya:
• TV, LCD
• VCD/DVD player
• Amplifire dan Wireless Microphone
• Computer dan laptop
• Pointer
• Public Address System (PSA)/Megaphone
• Plypchart Besar/Kecil
• Cassette recorder/player
• Kamera foto

Untuk dana atau anggaran PKRS memang sulit ditentukan standar, namun demikian diharapkan rumah sakit bisa menyediakan dana/anggaran yang cukup untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pemasaran sosial dalam promosi kesehatan PKRS.
 2. Bina Suasana
Pemasaran Sosial dalam Promosi Kesehatan Pemberdayaan akan lebih cepat berhasil bila didukung dengan kegiatan menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif. Tentu saja lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang diperhitungkan memiliki pengaruh terhadap pasien yang sedang diberdayakan. Kegiatan menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif ini disebut bina suasana.

a.Bagi pasien rawat jalan (orang yang sakit)
Lingkungan yang berpengaruh adalah keluarga atau orang yang mengantarkannya ke rumah sakit. Sedangkan bagi klien rawat jalan (orang yang sehat), lingkungan yang berpengaruh terutama adalah para petugas rumah sakit yang melayaninya. Mereka ini diharapkan untuk membantu memberikan penyuluhan kepada pasien dan juga menjadi teladan dalam sikap dan tingkah laku. Misalnya teladan tidak merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya.
b. Pengantar pasien (orang sakit)
Pengantar pasien tentu tidak mungkin dipisahkan dari pasien untuk misalnya dikumpulkan dalam satu ruangan dan diceramahi. Oleh karena itu, metode yang tepat di sini adalah penggunaan media, seperti misalnya pembagian selebaran (leaflet), pembaangan poster, atau penayangan video berkaitan dengan penyakit dari pasien.
c. Klien yang sehat
Yang berkunjung ke klinik-klinik konseling atau ke kelompok senam, petugas-petugas rumah sakit yang melayani mereka sangat kuat pengaruhnya sebagai panutan. Maka, di tempat-tempat ini pengetahuan, sikap, dan perilaku petugas rumah sakit yang melayani harus benar-benar konsisten dengan pelayanan yang diberikannya. Misalnya: tidak merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya.
d. Bagi pasien rawat inap
Lingkungan yang berpengaruh terutama adalah para penjenguk pasien (pembesuk). Pemasaran Sosial dalam Promosi Kesehatan dengan Pembagian selebaran dan pemasangan poster yang sesuai dengan penyakit pasien yang akan mereka jenguk bisa dilakukan. Selain itu, beberapa rumah sakit melaksanakan penyuluhan kelompok kepada para pembesuk ini, yaitu dengan mengumpulkan mereka yang menjenguk pasien yang sama penyakitnya dalam satu ruangan untuk menbisa penjelasan dan berdiskusi dengan dokter ahli dan perawat yang menangani penderita. Pemasaran sosial dalam promosi kesehatan misalnya, tiga puluh menit sebelum jam besuk para penjenguk pasien penyakit dalam diminta untuk berkumpul dalam satu ruangan. Kemudian datang dokter ahli penyakit dalam atau perawat mahir yang mengajak para penjenguk ini berdiskusi tentang penyakit-penyakit yang diderita oleh pasien yang akan dijenguknya, Pada akhir diskusi, dokter ahli penyakit dalam atau perawat mahir tadi berpesan agar hal-hal yang telah di diskusikan disampaikan juga kepada pasien yang akan dijenguk.

Ruang di luar gedung rumah sakit juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan bina suasana kepada para pengantar pasien, para penjenguk pasien, teman/pengantar klien, dan pengunjung rumah sakit lainnya.

3. Advokasi
Advokasi perlu dilakukan, bila dalam upaya memberdayakan pasien dan klien, rumah sakit membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain dalam pemasaran sosial dalam promosi kesehatan. Misalnya dalam rangka mengupayakan lingkungan rumah sakit yang tanpa asap rokok, rumah sakit perlu melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pimpinan daerah untuk diterbitkannya peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mencakup di rumah sakit. Advokasi merupakan proses yang tidak sederhana. Sasaran advokasi hendaknya diarahkan/dipandu untuk menempuh tahapan-tahapan sebagai berikut:
(1) memahami/menyadari persoalan yang diajukan
(2) tertarik untuk ikut berperan dalam persoalan yang diajukan
(3) mempertimbangkan sejumlah pilihan kemungkinan dalam berperan
(4) menyepakati satu pilihan kemungkinan dalam berperan
(5) menyampaikan langkah tindak lanjut

Jika kelima tahapan tersebut bisa dicapai selama waktu yang disediakan untuk advokasi, maka bisa dikatakan advokasi tersebut berhasil. Langkah tindak lanjut yang tercetus di ujung perbincangan (misalnya dengan membuat disposisi pada usulan/proposal yang diajukan) menunjukkan adanya komitmen untuk memberikan dukungan.

Kata-kata kunci dalam penyiapan bahan advokasi adalah “Tepat, Lengkap, Akurat, dan Menarik”. Artinya bahan advokasi harus dibuat:
a. Sesuai dengan sasaran (latar belakang pendidikannya, jabatannya, budayanya, kesukaannya, dan lain-lain).
b. Sesuai dengan lama waktu yang disediakan untuk advokasi.
c. Mencakup unsur-unsur pokok, yaitu Apa, Mengapa, Dimana, Bilamana, Siapa Melakukan, dan Bagaimana lakukannya (5W + 1H).
d. Memuat masalah dan pilihan-pilihan kemungkinan untuk memecahkan masalah.
e. Memuat peran yang diharapkan dari sasaran advokasi.
f. Memuat data pendukung, bila mungkin juga bagan, gambar, dan lain-lain.
g. Dalam kemasan yang menarik (tidak menjemukan), ringkas, tetapi jelas, sehingga perbincangan tidak bertele-tele.

4. Kemitraan
Baik dalam pemberdayaan, maupun dalam bina suasana dan advokasi, prinsip-prinsip kemitraan harus ditegakkan. Pemasaran sosial dalam promosi kesehatan kemitraan dikembangkan antara petugas rumah sakit dengan sasarannya (para pasien/kliennya atau pihak lain) dalam pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Di samping itu, kemitraan juga dikembangkan karena kesadaran bahwa untuk meningkatkan efektivitas Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS), petugas rumah sakit harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, seperti misalnya kelompok profesi, pemuka agama, Lembaga Swadaya Masyarakat, media massa, dan lain-lain.

Tiga prinsip dasar kemitraan yang harus diperhatikan adalah:
1. Kesetaraan
Kesetaraan menghendaki tidak diciptakannya hubungan yang bersifat hirarkhis (atas-bawah). Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sederajat. Keadaan ini bisa dicapai bila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan, yaitu yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama.
2. Keterbukaan
Dalam setiap langkah menjalin kerjasama, diperlukan adanya kejujuran dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan itikad yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu.
3. Saling menguntungkan
Solusi yang diajukan hendaknya selalu mengandung keuntungan di semua pihak (win-win solution). Misalnya dalam hubungan antara petugas rumah sakit dengan pasien, maka setiap solusi yang ditawarkan hendaknya juga berisi penjelasan tentang keuntungannya bagi si pasien. Demikian juga dalam hubungan antara rumah sakit dengan pihak donatur.

Terbisa tujuh landasan (dikenal dengan sebutan: tujuh saling) yang harus diperhatikan dan dipraktikkan dalam mengembangkan kemitraan, yaitu:
(1) Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing-masing
(2) Saling mengakui kapasitas dan kemampuan masing-masing
(3) Saling berupaya untuk membangun hubungan
(4) Saling berupaya untuk mendekati
(5) Saling terbuka terhadap kritik/saran, serta mau membantu dan dibantu
(6) Saling mendukung upaya masing-masing
(7) Saling menghargai upaya masing-masing

Dalam pelaksanaannya, strategi dasar tersebut diatas harus diperkuat dengan (1) metode dan media yang tepat, serta tersedianya (2) sumber daya yang memadai.
1. Metode dan Media
Metode yang dimaksud di sini adalah metode komunikasi. Memang, baik pemberdayaan, bina suasana, maupun advokasi pada prinsipnya adalah proses komunikasi. Oleh sebab itu perlu ditentukan metode yang tepat dalam proses tersebut. Pemilihan metode harus dilakukan secara cermat dengan memperhatikan kemasan informasinya, keadaan penerima informasi (termasuk sosial budayanya), dan hal-hal lain seperti ruang dan waktu.
Media atau sarana informasi juga perlu dipilih dengan cermat mengikuti metode yang telah ditetapkan. Selain itu juga harus memperhatikan sasaran atau penerima informasi. Bila penerima informasi tidak bisa membaca misalnya, maka komunikasi tidak akan efektif jika digunakan media yang penuh tulisan. Atau bila penerima informasi hanya memiliki waktu yang sangat singkat, maka tidak akan efektif jika dipasang poster yang berisi kalimat terlalu panjang.
2. Sumber Daya
Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan PKRS adalah tenaga (Sumber Daya Manusia atau SDM), sarana/ peralatan termasuk media komunikasi, dan dana atau anggaran.
SDM utama untuk PKRS meliputi:
(1) Semua petugas rumah sakit yang melayani pasien (dokter, perawat, bidan, dan lain-lain)
(2) Tenaga khusus promosi kesehatan (yaitu para pejabat fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat).
Semua petugas rumah sakit yang melayani pasien hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam konseling. Jika keterampilan ini ternyata belum dimiliki oleh para petugas rumah sakit, maka harus diselenggarakan program pelatihan/kursus.
Beberapa sarana/peralatan yang dipakai dalam kegiatan promosi kesehatan rumah sakit diantaranya:
• TV, LCD
• VCD/DVD player
• Amplifire dan Wireless Microphone
• Computer dan laptop
• Pointer
• Public Address System (PSA)/Megaphone
• Plypchart Besar/Kecil
• Cassette recorder/player
• Kamera foto

Untuk dana atau anggaran PKRS memang sulit ditentukan standar, namun demikian diharapkan rumah sakit bisa menyediakan dana/anggaran yang cukup untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan Pemasaran sosial dalam promosi kesehatan PKRS.