Dalam penerapan INA CBG masih ada ketidaksesuaian antara tarif INA CBG dengan biaya pelayanan Kesehatan rumah sakit. Hal tersebut dijelaskan oleh Dosen pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Diah Indriani terkait disertasinya mengenai INA CBG (Indonesia Case Base Group) dalam ujian terbuka Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Keseatan Fakultas UGM.
INA CBG yang merupakan sistem pembayaran dalam menjalankan pelayanan kesehatan berdasarkan tarif pengelompokan diagnosis yang memiliki keeratan klinis dan homogenitas sumber daya yang dipakai. Sebenarnya sistem ini sudah dipakai di Indonesia sejak 5 tahun yang lalu dengan sebutan INA DRG. Walaupun demikian masih didapatkan hambatan saat implementasi sistem INA CBG ini.
Dalam disertasinya yang berjudul Sistem Pendukung Keputusan Klinis Dalam Pelaksaan INA-CBG di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Model Penerimaan Teknologi Oleh Klinisi) ditemukan bahwa Di RSUP Dr. Sardjito masih ditemukan adanya ketidakcocokan Tarif INA CBG dengan tarif pelayanan kesehatan. Seperti diketahui RSUP Dr. Sardjito adalah rumah sakit yang telah mengaplikasikan konsep DRG sebagai model dalam menentukan sistem pembayaran pelayanan kesehatan.
Diah juga menjelaskan bahwa dari hasil Focus Groups Disscussion (FGD) memperlihatkan jika kedisiplinan dokter waktu mengisi rekam medis masih kurang khususnya saat pengisian pada kolom diagnosis penyerta, tindakan dan nutrisi. Hal tersebut menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian dalam pengelompokan CBG akibatnya menimbulkan gap. Rata-rata gap pada diagnosis ALL mengindikasikan kerugian pada RSUP Dr. Sardjito.
Biaya akomodasi menjadi salah satu penyebab timbulnya gap yang paling dominan saat pengelompokkan INA CBG dalam kemoterapi ringan, sedangkan untuk kemoterapi sedang dan berat penyebab gap dominan adalah harga obat dan alat medis. Beberapa variable dominan penyebab gap lainnya adalah biaya patologi klinik, biaya pelayanan transfuse darah dan biaya pelayanan diagnostic elektromedik.
Penelitian tersebut juga menginformasikan bahwa adanya format rekam medis yang simple sangat membantu para klinisi dalam melengkapi pengisian rekam medis. Hal ini terkait erat dengan proses pengelompokkan INA CBG yang arahnya pada estimasi biaya lebih terukur dengan baik. Juga perlu adanya konsep medical care planning dalam Sistem Informasi Rumah Sakit untuk memprediksi besaran biaya pelayanan kesehatan yang akan timbul dalam pelayanan kesehatan.( source : ugm.ac.id)
INA CBG yang merupakan sistem pembayaran dalam menjalankan pelayanan kesehatan berdasarkan tarif pengelompokan diagnosis yang memiliki keeratan klinis dan homogenitas sumber daya yang dipakai. Sebenarnya sistem ini sudah dipakai di Indonesia sejak 5 tahun yang lalu dengan sebutan INA DRG. Walaupun demikian masih didapatkan hambatan saat implementasi sistem INA CBG ini.
Dalam disertasinya yang berjudul Sistem Pendukung Keputusan Klinis Dalam Pelaksaan INA-CBG di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (Model Penerimaan Teknologi Oleh Klinisi) ditemukan bahwa Di RSUP Dr. Sardjito masih ditemukan adanya ketidakcocokan Tarif INA CBG dengan tarif pelayanan kesehatan. Seperti diketahui RSUP Dr. Sardjito adalah rumah sakit yang telah mengaplikasikan konsep DRG sebagai model dalam menentukan sistem pembayaran pelayanan kesehatan.
Diah juga menjelaskan bahwa dari hasil Focus Groups Disscussion (FGD) memperlihatkan jika kedisiplinan dokter waktu mengisi rekam medis masih kurang khususnya saat pengisian pada kolom diagnosis penyerta, tindakan dan nutrisi. Hal tersebut menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian dalam pengelompokan CBG akibatnya menimbulkan gap. Rata-rata gap pada diagnosis ALL mengindikasikan kerugian pada RSUP Dr. Sardjito.
Biaya akomodasi menjadi salah satu penyebab timbulnya gap yang paling dominan saat pengelompokkan INA CBG dalam kemoterapi ringan, sedangkan untuk kemoterapi sedang dan berat penyebab gap dominan adalah harga obat dan alat medis. Beberapa variable dominan penyebab gap lainnya adalah biaya patologi klinik, biaya pelayanan transfuse darah dan biaya pelayanan diagnostic elektromedik.
Penelitian tersebut juga menginformasikan bahwa adanya format rekam medis yang simple sangat membantu para klinisi dalam melengkapi pengisian rekam medis. Hal ini terkait erat dengan proses pengelompokkan INA CBG yang arahnya pada estimasi biaya lebih terukur dengan baik. Juga perlu adanya konsep medical care planning dalam Sistem Informasi Rumah Sakit untuk memprediksi besaran biaya pelayanan kesehatan yang akan timbul dalam pelayanan kesehatan.( source : ugm.ac.id)